Pengertian Asas Non Retroaktif Dalam Aturan Pidana - Kolom Info
Pengertian Asas Non Retroaktif : Asas non retroaktif dalam ilmu aturan pidana , secara eksplisit tersirat dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) , dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1): “ Tiada suatu perbuatan yang sanggup dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang sudah ada , sebelum perbuatan dilakukan.” Penjelasan pasal ini umumnya juga disebut asas legalitas. Penjelasan pasal ini pada dasarnya menerangkan di saat ada suatu perbuatan yang perbuatan tersebut belum dikelola dalam undang-undang yang berlaku atau yang sudah ada di Indonesia , maka atas perbuatannya orang tersebut tidak sanggup di pidana.
Dalam pasal Pasal 1 ayat (2) kitab undang-undang hukum pidana merumuskan , “Bilamana ada pergantian dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dijalankan , maka kepada terdakwa dipraktekkan ketentuan yang paling menguntungkannya.”Dengan adanya ayat ke 2 ini menjadi suatu duduk kasus yang sungguh sering diperdebatkan. Adanya ketidaksamaan tujuan atau tidak seimbangnya maksud dan tujuan dari pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) , dalam pasal 1 menekankan bahwa tiada perbuatan yang sanggup dipidana kecuali perbutan tersebut sudah dikelola dalam undang-undang yang berlaku. Namun ayat 2 sanggup diartikan atau ditafsirkan bahwa pergantian suatu aturan dalam peraturan perundang-undangan di saat perbuatan sudah dijalankan dan perbuatan tersbut tetap dipidana dengan aturan yang gres maka hal tersebut sanggup dibilang mengandung asas retroktif. Sehingga ketentuan ini sanggup menjadi suatu pengecualian keberlakuan asas non retroaktif di Indonesia.

Asas retroaktif boleh digunakan kalau menyanggupi empat syarat komulatif:
(1) kejahatan berupa pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara dengannya;
(2) peradilannya bersifat internasional , bukan peradilan nasional;
(3) peradilannya bersifat ad hoc , bukan peradilan permanen; dan
(4) kondisi aturan nasional negara bersangkutan tidak sanggup dijalankan alasannya yakni fasilitas , abdnegara , atau ketentuan hukumnya tidak sanggup mencapai kejahatan pelanggaran HAM berat atau kejahatan yang tingkat kekejaman dan destruksinya setara dengannya.
Beberapa ketentuan yang mengendalikan perihal asas retroaktif ini dikelola dalam Penjelasan Pasal 4 , Pasal 18 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 (khusus yang berhubungan dengan aturan pidana) dan Pasal 43 UU No. 26 Tahun 2000 , Pasal 46 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2002 wacana Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menjadi UU No. 15 Tahun 2003 dan Perpu No. 2 Tahun 2002 wacana Pemberlakuan Perpu No. 1 Tahun 2002 wacana Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada Peristiwa Bom di Bali tanggal 12 Oktober 2002 yang jadinya menjadi UU No. 16 Tahun 2003.
ASAS NON RETROAKTIF Negara Korea.
Pasal 1 ayat (3) kitab undang-undang hukum pidana Korea , berbunyi :
“Where a statue is changed after a sentence imposed under it upon a criminal conduct has become final , with the effect that such conduct no longer constitutes a crime , the execution of the punishment shall be remitted.”
Pasal tersebut ialah penerapan asas Legalitas dalam aturan Pidana , dimana pergantian undang-undang dipraktekkan sesudah adanya putusan Pengadilan yang bersifat incrahct (berkekuatan aturan tetap). Jika pada undang-undang yang gres perbuatan yang sudah dijatuhi pidana menurut undang-undang usang tidak lagi ialah tindakan melawan hukum , maka pelaksanaan pidana itu dihapuskan. Artinya , di saat seseorang mengerjakan tindakan melawan hukum yang dikelola dalam undang-undang kemudian diputus bersalah dalam pengadilan (lalu menjalani masa hukuman) , kemudian keluar undang-undang gres yang menyebutkan bahwa perbuatan orang tersebut bukanlah suatu tindakan melawan hukum , maka masa eksekusi sanggup dibatalkan (dibebaskan dari masa hukuman). Kelmahan dalam ketentuan ini yakni tidak terjaminnya rasa keadilan kepada orang yang dirugikan dalam perbuatan pidana tersebut di saat adanya pergantian kepada suatu peraturan perundang-undangan.
:
- Pasal Membawa Lari Perempuan.
- Perbedaan Delik Formil dan Delik Materiil.
- Perbedaan Hukum Pidana Materiil dan Formil.
- Perbedaan Hukum Pidana Obyektif dan Subyektif.
- Cara Merumuskan Norma dan Sanksi dalam Hukum Pidana.
Pasal 2 ayat (1) kitab undang-undang hukum pidana Polandia , berbunyi :
“If at the time of adjudication the law in force is other than in force at the time of the commision of the offence , the new shall apply , however , the former law should be applied if it more lenient in the prepetrator.”
“apabila pada di saat keputusan pengadilan , undang-undang yang berlaku yakni lain dibandingkan dengan yang berlaku pada di saat tindakan melawan hukum dijalankan , maka undang-undang gres akan dipraktekkan , akan tapi undang-undang terdahulu atau usang mesti dipraktekkan , apabila lebih ringan bagi pelaku. Pasal tersebut kemudian dilanjutkan dengan batas-batas perihal undang-undang yang baru.”
Pasal 2 ayat (1) mengendalikan wacana 2 hal yakni :
a. Undang-undang gres tetap menyatakan perbuatan yang dikelola oleh Undang-undang usang selaku perbuatan yang sanggup dipidana( tetap ialah tindak pidana).akan tapi Undang-undang usang memiliki eksekusi yang lebih ringan.
b. Pidana menurut undang-undang usang dinyatakan tidak berlaku ( dihapus ) diganti dengan undang-undang yang baru.
Dalam ayat (2) dibilang bahwa : “If according to the law the act referred to in a sentence is no longer prohibited under threat of penalty , the sentence shall be expunged by operation of law.”Ayat (2) tersebut mengandung pemahaman bahwa apabila menurut undang-undang yang gres , perbuatan yang ditunjuk/diancam pidana itu tidak lagi dihentikan dengan bahaya pidana , pemidanaan itu akan dihapuskan dengan berlakunya undang-undang.
Tidak ada komentar untuk "Pengertian Asas Non Retroaktif Dalam Aturan Pidana - Kolom Info"
Posting Komentar